SOFT SKILL DALAM AL-QURAN
Oleh: Faisal Amri Al-Azhari, S.Th.I, M.Ag
(Pengurus CDAC, Dosen AIK UMSU, & Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Sumut)
Soft skill dalam dunia karir adalah hal paling menentukan kualitas kerja dan kinerja seseorang. Siapa sangka, tenyata dalam Alquran, Allah swt sudah menyinggung soft skill ini. Artinya Islam sudah memberi pedoman utama dalam dunia kerja. Firman-Nya :
قُلْ كُلَّ يَعْمَلُ عَلَى شَاكِلَتِهِ فَرَبَّكُمْ أَعْلَمُ مَنْ هُوَ أَهْدَى سَبِيلًا
“Katakanlah (Muhammad): setiap orang berbuat sesuai dengan pembawaannya masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya” (QS al-Isra’/17: 84)
Setelah dipertalikan dengan ayat ini [dengan ayat 105 surah at-Taubah], dapatlah kita ketahui bahwa Tuhan menyuruh kita bekerja menurut bakat dan bawaan, menurut tenaga dan kemampuan. Demikian kata Prof Hamka dalam tafsir Al-Azhar nya.
Maksud bahwa Tuhan menyuruh kita bekerja menurut bakat dan bawaan, menurut tenaga dan kemampuan adalah itu semua sebagai bentuk potensi manusia yang sudah Allah berikan.
Lebih lanjut beliau jelaskan tentang potensi itu dengan penegasan, bekerjalah menurut bakat itu, tidak usah dikerjakan pekerjaan lain yang bukan tugas kita, supaya umur jangan habis percuma. Pergaulan hidup manusia menghendaki dalam segala simpang-siurnya.
Bertani, berternak, memburuh, berkuli, menjadi tentara, menjadi negarawan, menjadi pengarang, menjadi pedagang. Ayah mendidik anak, ibu memelihara rumah-tangga, murid belajar, guru mengajar. Walau tukang arit rumput atau membuka perusahaan besar. Walaupun menjadi nakhoda kapal atau pilot pengemudi pesawat terbang, dan sopir pembawa mobil. Dokter mengobat orang, perawat merawat orang sakit, ahli hukum menegakkan hukum. Apatah lagi, bertambah kemajuan hidup manusia, bertambah pula timbul kejuruan dalam hal-hal yang khas. Timbullah Spesialisasi.”
Dari penjelasan beliau ini, bahwa kemampuan bakat itu bisa muncul jika diasah soft skillnya, sehingga akan berkembang bakat itu menjadi kemampuan spesialisasi dan sikap profesional dalam bekerja.
Masih dalam penjelasan Hamka, selain pentingnya bekerja sesuai skill nya, Tuhan melarang kita malas dan membuang-buang waktu. Mutu pekerjaan mesti ditingkatkan, dan selalu mohonkan petunjuk daripada Tuhan, dan kalau dari mata pekerjaan itu kita beroleh rezeki, keluarkanlah zakatnya atau sedekah tathawwu’nya. Kadang-kadang walaupun kita tidak dapat memberikan bantuan uang kepada orang lain, senyum-simpul dan muka jernih sajapun sudahlah menjadi sedekah. Di satu Hadis yang Shahih Nabipun bersabda, bahwa menghindarkan duri, atau pecahan kaca, atau paku yang bisa membocorkan ban mobil orang yang lalu-lintas, sudah termasuk sedekah juga.
Pikirkanlah ini dan tilik dengan kacamata zaman moden. Ayat ini dengan tegas menyuruh kita mempertinggi produksi, dan tiap-tiap kita mestilah produktif, mengeluarkan hasil, dan tahu di mana tempat kita masing-masing Tidak ada pekerjaan yang hina, asal halal, dan asal tidak melepaskan diri daripada ikatan dengan Tuhan.
Sehingga bolehlah kita katakan dari penjelasan panjang Hamka di atas, bahwa kemampuan bakat dalam karir atau kerja seorang tidak hanya sekedar bakat alami yang Tuhan berikan, tapi diasah dengan keuletan, kerja keras, dan kemampuan terus menggali potensi diri apapun itu untuk meningkatkan kualitas kerja dan kinerja serta profesional.
Dan catatan emasnya dari pesan Hamka di atas bahwa pekerjaan apapun asalkan halal bisa ditingkatkan produksi dan kualitasnya, sehingga tidak ada alasan bagi pribadi muslim tidak berkerja karena tidak ada bakatnya di pekerjaan itu. Padahal bakat yang kita sebut dengan soft skill itu muncul karena usaha kerja keras. Usaha kerja inilah disebut dalam islam beramal saleh, terus beramal jangan sampai kosong waktu, sehingga menjadi manusia merugi (QS al-‘Ashr: 1-3). [ ]
