BISNIS DAN PRAKSIS DALAM ISLAM
Oleh: Faisal Amri Al Azhari, S.Th.I, M.Ag
(Pengurus CDAC UMSU, Dosen AIK, Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Sumut)
Prof. M. Quraish Shihab dalam bukunya Bisnis Sukses Dunia Akhirat: Berbisnis dengan Allah menjelaskan bahwa dalam Al-Quran sangat banyak bicara ekonomi—bisnis. Beliau merangkum ada puluhan ayat yang menggunakan istilah-istilah perdagangan/bisnis.
Diantaranya ada kata “tijarah” (perniagaan) ditemukan sebanyak sembilan kali, kata “yasytari” (membeli) dalam berbagai bentuk dan konteksnya sebanyak dua puluh dua kali, kata “bai-’’ (jual-beli) sebanyak tujuh kali, selain bentuk-bentuknya yang lain. Kata “qardh” dalam arti kredit/utang dan “yuqridh” (memberi utang/kredit) ditemukan sebanyak dua belas kali. Ini belum lagi kata-kata lain yang mengarah kepada bisnis dan kaitannya.
Sekian banyak juga hadis Nabi Muhammad saw yang menggunakannya, hanya boleh jadi kurang dipahami atau tidak diperhatikan pengucap atau pendengarnya. Salah satu penggalan doa paling populer yang dibaca sambil berkeliling Ka’bah adalah permohonan memperoleh ‘tijarat(an) lan tabur,’ yakni “perdagangan (dengan Allah) yang tidak merugi”. Di samping bertebaran juga ada rangsangan yang dikemukakan-Nya guna mengajak manusia berbisnis dengan-Nya.
Bahkan dalam keteladan Nabi Muhammad saw, beliau sebelum diangkat menjadi Nabi dan berkonsentrasi menyampaikan dakwah Islam, setelah melakukan aneka kegiatan bisnis. Setelah menjadi Nabi, beliau tetap menganjurkan agar umatnya melakukan kegiatan tersebut. Ini karena memang al-Quran menganjurkan itu. Al-Quran menguraikan sekian banyak kegiatan bisnis, bahkan kitab suci itu menggunakan istilah-istilah bisnis dalam interaksi manusia dengan Tuhan. —Sementara orang menduga bahwa harta yang menjadi dambaan setiap pebisnis bukanlah sesuatu yang mendapat tempat istimewa dalam ajaran Islam. Pandangan ini sungguh keliru! Sungguh, al-Quran memberi perhatian dan mendorong umat Islam untuk mencari harta. Demikian keterangan Prof Quraish Shihab.
Salah satu ayat/surah secara jelas menjadi inspirasi untuk melakukan bisnis. Bahkan bisnis global, yaitu surah Quraisy khususnya di ayat kedua. “Rihlah suku Quraisy” sebagai bentuk kebiasaan mereka turun menurun yang Allah abadikan dalam Al-Quran, rihlah perdagangan mereka dalam bisnis global menjadi modal ilmu bisnis kita. Inilah bukti ‘pesan Al-Quran’ dalam Perdagangan dan Kesejahteraan bagi masyarakat yang maju dan berperadaban.
Muhammad Asad (Leopold Weiss) dalam tafsirnya The Message of The Quran menjelaskan ayat kedua surah Quraisy: “aman dalam perjalanan mereka pada musim dingin dan musim panas” (ayat 2). Yakni, dua kafilah dagang tahunan —kafilah ke Yaman pada musim dingin dan ke Suriah pada musim panas— yang kemakmuran Makkah bergantung padanya”.
Abdurrahman Azzam dalam bukunya Bathal al-Abthal (Muhammad saw The Greatest Leader) mengutip dari seorang penulis wanita, Espranger, mengatakan, “nilai ekspor Mekah sewaktu hijrah tidak kurang dari 250.000 dinar emas, padahal satu dinar senilai dengan 15 franc, yaitu dua per tiga pound Mesir.” Besarnya nilai bisnis di masa Rasulullah saw waktu itu, jika dihitung perkiraan 250.000 dinar emas dengan nilai rupiah sekarang bisa mencapai —hampir 2 Triliun.
Mengingat tingginya nilai logam mulia pada waktu itu, sementara Espranger hanya memperkirakan nilai ekspor, maka kita bisa meraba nilai tukar barang-barang yang didistribusikan oleh penduduk Mekah di antara Yaman dan Habasyah, juga di antara Romawi dan Persia. Dan perdagangan bervolume besar ini tidak hanya dilakukan oleh golongan tertentu. —Bisa dijumpai dalam buku-buku sejarah bahwa ketika mencium adanya bahaya yang mengancam kafilahnya, Abu Sufyan mengerahkan seluruh warga Mekah untuk membantunya. Seribu orang datang kepadanya dengan membawa seratus ekor kuda dan tujuh ratus ekor unta. Dan ketika mereka mengalami kekalahan, penduduk Mekah minta kepada semua kafilah Abu Sufyan supaya bersiap untuk membalas Rasulullah dan sahabat-sahabatnya. Penghasilan Mekah dari perdagangan yang luas ini mencapai 50 persen dari modal mereka dan memberikan kehidupan yang mewah bagi kalangan elitnya. Mereka juga biasa menjamu para pengunjung Mekah dan —bahkan dalam kebiasaan buruk mereka— biasa bersenang-senang dengan minum khamr, berjudi, seni tari, dan seni musik. Demikian Abdurrahman menjelaskan.
Melihat fakta pengembangan ekonomi dan perdagangan bisnis global di masa itu. Harusnya umat Islam yang punya petunjuk Al-Quran dan sejarah Quraisy plus keteladan Nabi saw dalam berbisnis tidaklah pernah kalah dalam pasar bisnis global. Sebagaimana semangat Islam Berkemajuan dalam Muhammadiyah ini adalah bagian kesadaran etos ekonomi, sebagai bentuk etos amal. Banyak beramal, giat berusaha, menjadi kaya, dengan itu bisa membantu sesama. Dari sinilah lahir konsep Teologi Al-Ashr dan Teologi Al-Ma’un.
Prof Haedar Nashir mengungkapkan bahwa pendiri Muhammadiyah sendiri bahkan memiliki pandangan dan etos amal yang luar biasa. Menurut Kiai Dahlan, manusia itu harus sungguh-sungguh dalam bekerja atau berusaha. Mereka yang bersungguh-sungguh saja belum tentu langsung berhasil, apalagi yang tidak bersungguh-sungguh. Manusia, menurut Kiai, juga harus menguasai ilmu-ilmu praktis, di samping ilmu-ilmu teoritis. Dalam tradisi Muhammadiyah di belakang hari berkembang istilah ilmu-amaliah dan amal-ilmiah, yang dalam rujukan mutakhir disebut dengan —”praksis”. Itulah jiwa Al-Ma’un untuk melahirkan praksis sosial sebagai pengejewantahan dari Islam sebagai teologi amal yang mengandung pembebasan yakni memberdayakan dan memajukan kehidupan, khususnya kaum yang miskin dan yatim sebagai representasi dari kaum dhu’afa mustadh’afin. Subjek yang harus membebaskan dan memberdayakan kaum lemah adalah mereka yang aghniya (kaya) dan berkuasa dalam berbagai aspek.
Inilah, nilai Islam yang nyata dalam praksis bisnis, atau bisnis sebagai praksis ideologi sekaligus teologi Islam bersanding dijalankan dengan semangat amal shaleh atau etos kerja. [ ]
Referensi:
* Muhammad Asad (Leopold Weiss), The Message of The Quran, 3 / 1276.
* Abdurrahman Azzam, Bathal al-Abthal, Terj. As’ad Yasin, Muhammad saw The Greatest Leader. Cet. 1. Jakarta: Qisthi Press, 2010.
* Muhammad Quraish Shihab, Bisnis Sukses Dunia Akhirat: Berbisnis dengan Allah. Cet. 2. Ciputat: Lentera Hati, 2011.
* Majalah Suara Muhammadiyah “Rubrik Bingkai”, ed. 16, tahun 2025.